POPULAR FILE THIS WEEK

Pastinya Kita Memang Telah Mengabaikan Hak Atas Kekayaan Intelektual, Mempertukarkan Segala Sesuatu Tanpa Memperhatikan Hak Pembuat Software. Sederhananya, Saya Beranggapan Semua Orang Harus Mendapatkan Pengalaman Terbaiknya Dalam Menggunakan Tekhnologi Komputer dan Internet. Celakanya, Kita Memang Menginginkan Itu Semua Serba Gratis, Maka Muncullah Blog Ini. segala sesuatu semua yang ditampilkan disini merupakan miror dari para pendahulunya. adanya gratisan pasti karena ada yang tidak gratisnya. begitu pun blog ini semua yang ada dijadikan gratis biar semua orang tahu perkembangan internet sampai dimana.

Sejarah Gedung Paseban Tri Panca Tunggal

2.3.1 Sejarah Singkat
Madrais adalah seorang Pangeran dari keturunan Gebang. Silsilah keluarganya dimulai dari Pangeran Arya Sutawijaya yang merupakan keturunan ketujuh dari Sinuhun Gunung Jati Cirebon. Pangeran Arya Suta Wijaya mempunyai seorang putera yang bernama Pangeran Aria Dalem Kebon dan seorang puteri bernama Ratu Djangi. Ratu Djangi diperistri oleh Pangeran Wisnu putera dari Pangeran Chaeroedin, Sultan Kanoman Cirebon. Dari pasangan ini lahir Pangeran Alibassa dan Ratu Apung. Pangeran Alibassa dan Ratu Apung mendirikan kesultanan di Pagebangan atau Gebang di wilayah timur kesultanan Cirebon pada tahun 1681 M. Kesultanan Cirebon sendiri pada tahun 1869 dibagi menjadi tiga kesultanan yaitu: Kanoman, Kasepuhan, dan Kacerbonan. Kesultanan Gebang hanya menguasai wilayah pesisir timur Cirebon sampai ke wilayah Cijulang Selatan. Istana Gebang waktu itu berada di Gebang Hilir sekitar 9 KM dari kota Losari sekarang.




Pangeran Gebang adalah salah satu sultan yang paling gigih menentang berbagai pungutan dan kerja paksa yang dilakukan Hindia-Belanda karena membuat rakyatnya menderita. Tindakannya ini mengakibatkan kekuasaan Sultan Gebang dicabut oleh Belanda. Untuk menyelamatkan kesultanannya Pangeran Alibassa memindahkan pusat kekuasaannya ke Gebang Udik.
Pada tanggal 27 Jumadilahir hari ia menerima wahyu, kemudian meninggalkan Istana Gebang dan susukan untuk berkelana mencari ilmu berdasarkan wahyu yang ia terima. Ia berkelana ke berbagai pelosok selama lebih dari empat tahun. Pangeran Sadewa Alibassa sangat mendalami ilmu kadigjayaan, sampai pada akhirnya ia menuntut ilmu agama di sebuah pesantren di Banyuwangi hingga mendapat gelar Kiai. Setelah itu, ia pulang kembali ke Susukan untuk mendirikan sebuah Paguron di dusun Padara. Mulai saat itu, Pangeran Sadewa Alibassa lebih dikenal dengan panggilan Kiai Madrais atau Pangeran Madrais.
Pada tahun 1825 Madrais kembali berkelana ke berbagai wilayah seperti daerah Kuningan, Cirebon, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Bandung, Subang, Bogor, dan Sumedang. Di tempat-tempat itu Kiai Madrais melakukan pengajaran ilmunya kepada masyarakat sehingga banyak masyarakat yang mau jadi pengikutnya. Ia mengajarkan suatu ilmu agama baru yang ia peroleh dari wahyu dan hasil perkelanaanya selama bertahun-tahun. Ilmu agama itu kemudian dikenal dengan ajaran Agama Djawa Pasundan (1885), lalu menjadi Agama Djawa Sunda (1925) setelah mengalami pendalaman dan perkembangan selama bertahun-tahun. Kemudian dia membangun bangunan yang sekarang disebut Gedung Paseban Tri Panca Tunggal yang berada di kelurahan Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan.
Paseban adalah tempat berkumpul dan bersyukur dalam merasakan ketunggalan selaku umat Gusti Yang Widi Wasa, dengan meyakinkan kemanungglan dalam pengolah sempurnaan getaran dari tiga (tri) unsure yang disebut Sir, Rasa, Pikir. Dimana lima unsure lainnya Panca Indra dalam menerima dan merasakan ke-Agungan dan Kemurahan Gusti begitu pula dalam laku kehidupan benar-benar merupakan ketunggalan selaku manusia dan kemanunggalan antara cipta, rasa dan karsa di wujudkan dalam tekad, ucap serta lampah menyatakan cirri manusia seutuhnya, dalam memancarkan pamor budaya bangsa dengan ketentuan hokum adukodrati.

2.3.2 Hasil Penelitian
Gedung Paseban Tri Panca Tunggal terdiri dari beberapa bangunan dan ruangan yang secara keseluruhan bangunan itu menghadap ke barat. Keletakan ini merupakan lambing yang menggambarkan bahwa timur barat, merupakan garis perjalanan matahari dan diartikan bahwa dalam pagelaran hidup ini antara terbit dan terbenam atau lahir dan mati sesuai yang tersimpul dalam arti/makna Tri panca tunggal.

Bangunan- Bangunan inti yang terdapat di Gedung Paseban Tri Panca Tunggal meliputi :
1)Ruangan Jinem
Ruangan ini dipakai sebagai tempat sarasehan/ceramah dalam memberi dan menerima pengertian hidup untuk merasakan adanya cipta, rasa dan karsa. Di ruangan ini terdapat relief pada tiang (saka) dan dunding yang menggambarkan muka Danawa dalam nyala api yang bermakna hidup ini harus waspada dalam menyalurkan hawa napsu jangan terpengaruhi oleh bara api (hawa napsu).
2)Ruangan Pendopo
Di ruangan ini terlukis dalam dinding sebelah timur ada relief bertuliskan aksara sunda “PURWA WISADA”. Tulisan ini menggambarkan adanya cipta karsa Gusti. Purwa berarti awal/mula, dan Wisada berarti cipta dan karsa adalah ketentuan sebagai hokum adikodrati.
Terdapat pula lukisan burung Garuda di atas lingkaran yang bermakna hidup ini tidak sekedar untuk hidup tetapi dengan hidup harus mampu beradab dan mampu memanfaatkan cipta karsa Gusti.
Lingkaran dengan 2 naga melambangkan dalam meningkatkan hidup dan kehidupan harus ada pengertian yang sama serta jalinan kerjasama antar sesama manusia.
Pada dinding sebelah kanan Purwa Wisada terdapat sebuah relief lagi yang merupakan lukisan seorang pertapa di tengah motif ukiran kepala banaspati yang diatasnya terdapat tulisan berbahasa sunda yang bernunyi “Sri Resi Sukma Komara Tunggal”. Sri Resi adalah gambaran cinta kasih, pancaran komara (cahaya) maha Kuasa yang mengatur isi alam semesta ini.
3)Ruangan Sri Manganti
Sri Manganti adalah ruangan pedaleman (ruang lebet) yang mebujur dari arah utara selatan. Tempat dipakai sebagai tempat penyelenggaraan upacara-upcara pernikahan, perundingan masalah seperti upacara Seren taun.
Di tempat ini pula terdapat kursi atau Bale Kancana sebagai tempat pelaminan (khusus keluarga).
Ruangan Sri Manganti ini menggambarkan kita harus berpikir secara luas dan jangan memandang sesuatu dari satu sudut tapi kita harus melihatnya dari berbagai arah sudut untuk menemukan kepastian wujud dari hekekat hidup ini.

4) Ruang Dapur Ageung
Dapur Ageung adalah sebuah tungku perapian yang dibuat dari semen dengan hiasan empat naga pada empat sudut dan mahkota di atasnya. Yang menggambarkan adanya perikemanusiaan (mahkota) harus dapat mengatasi empat unsure napsu lainnya, seperti tanah, air, angina dan api yang juga sering disebut napsu amarah.

2.3.3 Upaya Pelestarian
Sesuai amanat dari Pendiri Paseban tri Panca Tunggal, demikian pula sejalan dengan tujuan Yayasan Pendidikan Tri Mulya yang bergerak dalam bidang pendidikan, maka setelah dipugarnya Paseban tri Panca Tunggal selain dipeliharanya nilai-nilai budaya yang terdapat dalam bangunan tersebut, juga dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan, diantaranya :
1.Sebagai pusat penyelenggaraan Upacara Seren Taun.
2.Sebagai tempat penyimpanan benda-benda bersejarah.
3.sebagai perpustakaan.
4.sebagai pusat perkembangan seni budaya.

diambil dari berbagai sumber.
untuk temanku di SMAN 1 Talaga
lebih lengkap bisa didownload disini
 

My Blog Top List

Followers

blog simpanan Copyright © 2009 Gadget Blog is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal