POPULAR FILE THIS WEEK

Pastinya Kita Memang Telah Mengabaikan Hak Atas Kekayaan Intelektual, Mempertukarkan Segala Sesuatu Tanpa Memperhatikan Hak Pembuat Software. Sederhananya, Saya Beranggapan Semua Orang Harus Mendapatkan Pengalaman Terbaiknya Dalam Menggunakan Tekhnologi Komputer dan Internet. Celakanya, Kita Memang Menginginkan Itu Semua Serba Gratis, Maka Muncullah Blog Ini. segala sesuatu semua yang ditampilkan disini merupakan miror dari para pendahulunya. adanya gratisan pasti karena ada yang tidak gratisnya. begitu pun blog ini semua yang ada dijadikan gratis biar semua orang tahu perkembangan internet sampai dimana.

Kriteria Mencari Pasangan (istri)

Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang.

Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagianak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.

Lalu bagaimanakah supaya kita selamat dalam memilih pasangan hidup untuk pendamping kita selama-lamanya? Apakah kriteria-kriteria yang disyariatkan oleh Islam dalam memilih calon istri atau suami?

Kriteria Memilih Calon Isteri

Dalam memilih calon istri, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di antaranya :

Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu
bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Dalam hadits di atas dapat kita lihat, bagaimana beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menekankan pada sisi agamanya dalam memilih istri dibanding dengan harta, keturunan, bahkan kecantikan sekalipun.

Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu … .” (QS. Al Baqarah : 221)

Sehubungan dengan kriteria memilih calon istri berdasarkan akhlaknya, Allah berfirman :

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (QS. An Nur :
26)

Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan berusaha dengan ilmu tersebut agar menjadi wanita yang shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wanita yang shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya :

“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh karena itu Allah memelihara mereka.” (QS. An-Nisa’ : 34)

Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)

Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” … kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya.

Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak melahirkan anak. Dalam memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal yang perlu diketahui :

Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan. Untuk mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis. Oleh karena itu seorang wanita yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat biasanya mampu melahirkan banyak anak, disamping dapat memikul beban rumah tangga juga dapat menunaikan kewajiban mendidik anak serta menjalankan tugas sebagai istri secara sempurna.

Melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuan yang telah menikah sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak maka biasanya wanita itu pun akan seperti itu. Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.

Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung, di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan sepenuh kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, danmengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yangkedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang pertama dan suami yang kedua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjelaskan sebagian hikmah menikahi seorang gadis :

Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah : “Perawan atau janda?” Makasaya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : “Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”

Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan. Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular atau cacat secara hereditas.

Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya. Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan sosial.

Kriteria Memilih Calon Suami

Islam.

Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon suami sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita- wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah : 221)

Berilmu dan Baik Akhlaknya.

Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi)

Islam memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya pada dasar takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan tidak menjadikan kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (nikah) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur : 32)

Laki-laki yang memilki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai ketakwaan dan keshalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang bagaimana memperlakukan istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan dirinya serta agamanya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menjalankan kewajibannya secara sempurna di dalam membina keluarga dan menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai suami, mendidik anak-anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan- kebutuhan rumah tangga dengan tenaga dan nafkah.

Jika dia merasa ada kekurangan pada diri si istri yang dia tidak sukai, maka dia segera mengingat sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu :

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Jangan membenci seorang Mukmin (laki- laki) pada Mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai.” (HR. Muslim)

Sehubungan dengan memilih calon suami untuk anak perempuan berdasarkan ketakwaannya, Al Hasan bin Ali rahimahullah pernah berkata pada seorang laki-laki :

“Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang bertakwa sebab jika laki- laki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya maka dia tidak akan mendzaliminya.”

Untuk dapat mengetahui agama dan akhlak calon suami, salah satunya mengamati kehidupan si calon suami sehari-hari dengan cara bertanya kepada orang-orang dekatnya, misalnya tetangga, sahabat, atau saudara dekatnya.

Demikianlah ajaran Islam dalam memilih calon pasangan hidup. Betapasempurnanya Islam dalam menuntun umat disetiap langkah amalannyadengan tuntunan yang baik agar selamat dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Wallahu A’lam Bis Shawab.

Bookmark and Share
Read More

Kedudukan Perempuan Menurut Ajaran Islam

PENDAHULUAN :

Perjalanan Perempuan :

Perempuan sering dipanggil dengan ‘wanita’ (bhs.Sans), berarti lawan dari jenis laki-laki, juga diartikan perempuan (lihat :KUBI).

Ada pula yang memanggil wanita dengan sebutan perempuan.’ (dari bahasa kawi,), “empu” berarti pemimpin (raja), orang pilihan, ahli, yang pandai, pintar dengan segala sifat keutamaan (KUBI)yang lain. Bila istilah ini yang lebih mendekati kebenaran, saya lebih cen­derung memakai kata perempuan selain wanita. Karena di dalamnya tergambar banyak peran.

Di masa jahiliyah telah terjadi pelecehan gender, terbukti dengan kelahirannya di sambut kematian. Keberadaannya pada zaman jahiliyah sangat tidak diterima, ada paham bahwa wanita pembawa aib keluarga. Jabang-jabang bayi itu mesti dibunuh, begitu kesaksian Kitab suci tentang perangai orang-orang jahiliyah (lihat QS.16,an-Nahl :57-60). Hal yang sama juga didapati dimasa Fir’aun, perlakuan terhadap anak lelaki yang di lahirkan kaum Musa (keluarga ‘Imran) mesti dibunuh (mirip rasilalisme, atau ethnic cleansing).

Alquran menyebut perempuan dengan Annisa’ atau Ummahat, artinya sama dengan ibu, saya artikan dengan “Ikutan Bagi Umat.” Annisa’ adalah tiang suatu negeri . Nabi saw menyebutkan, dunia ini indah dengan berbagai perhiasan (mata’un), namun perhiasan paling indah adalah isteri‑isteri yang saleh (yang dapat diartikan dengan perempuan atau ibu yang tetap pada perannya dan konsekwen dengan citranya) (Al Hadits). Tafsir Islam tentang kedudukan perempuan ini menjadi konsep utama yang mesti diyakini seorang Muslim.

Sejak dua millenium berlalu Alquranul Karim telah menetapkan perempuan pada derajat yang sama dengan jenis laki‑laki dengan penamaan azwajan atau pasangan hidup (lihat Q.S.16:72, 30:21, 42:11). Posisi ini jauh berbeda dengan masa sebelumnya, bahkan di daerah yang belum tersentuh konsep amalan ini, masih ada pertanyaan apakah makhluk perempuan tergolong jenis manusia yang punya hak dan kewajiban yang sama dengan laki‑laki? Atau hanya sekedar benda yang boleh dipindah‑tangankan sewaktu‑waktu atau untuk diperjual‑belikan sebagai komoditi budak yang menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya?

Kata woman dalam bahasa Inggris berasal dari “womb man” samalah artinya dengan manusia berkantong, sebuah pemahaman klasik tentang makhluk setengah manusia yang mempunyai kantong dan tugasnya menjadi tempat tumbuh calon manusia. Ah “dia” kan hanya womb man atau manusia kantong (“manusia” yang hanya kantong tempat manusia).

Tetapi di dalam budaya Minangkabau yang kemudian berkembang menjadi “adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah” menempatkan wanita pada posisi ‘orang rumah’, “induak bareh”, “amai paja”, dan “pemimpin” di masyarakatnya dengan sebutan “bundo kandung”, sebenarnya tersirat padanya kekokohan kedudukan perempuan Minangkabau pada posisi sentral. Di dalam budaya Minangkabau perempuan menjadi pemilik seluruh kekayaan, rumah, anak, suku bahkan kaumnya.

Namun, laki-laki dalam oposisi-biner perannya menjadi pelindung, pemelihara dan penjaga harta untuk ‘perempuan’-nya dan ‘anak turunan’-nya.

Maka generasi Minangkabau yang dilahirkan senantiasa bernasab ayahnya (laki-laki) dan bersuku ibunya (perempuan), suatu persenyawaan budaya yang sangat indah.

Hak Asasi Perempuan

Hak asasi perempuan yang gencar diper­juangkan hingga hari ini, di dalam konsep Islam sudah diperlakukan sangat sempurna sejak 15 abad lalu, kendatipun dizaman maju ini masih terdapat beberapa kawasan atau negeri yang berpandangan ragu‑ragu mengakui perempuan.

Agama Islam menempatkan perempuan (ibu) menjadi mitra setara (partisipatif) bagi jenis laki‑laki. Kedudukan lelaki adalah pelindung bagi wanita (qawwamuuna ‘alan‑nisaa’), karena secara lahiriyah dan bathiniyah (fisik dan mental) lelaki memiliki kelebihan kekuatan badan, kesehatan fikiran, keluasaan penalaran, kemampuan ekonomi, kecerdasan pikiran, ketabahan, kesigapan dan kelebihan anugerah (QS. An Nisa’ 34). Wanita di tuntut menjadi ‑‑ mar’ah shalihah (=perempuan yang shaleh, yang tidak hanya sekedar hangat /warm) tapi mampu menjaga diri, memelihara kehormatan dan kepatuhan (qanitaat) taat kepada Allah, dan hafidzaatun lil ghaibi bimaa hafidzallahu (= memelihara kesucian faraj di pembelakangan pasangannya), karena Allah telah memuliakan mereka dengan faraj itu. Islam menempatkan perempuan pada derajat mulia. Dalam posisi ini, tiada suatu keindahan yang bisa melebihi perhiasan / penampilan “indahnya wanita‑wanita shaleh” (Al Hadist). Menurut kodratnya, wanita memiliki peran ganda, sebagai penyejuk hati dan pendidik utama. Kondisi ini menyebabkan sorga terhampar dibawah telapak kaki wanita (ibu). Didalam naungan konsep Islam, para wanita memiliki kepribadian sempurna, pergaulan ma’ruf dan ihsan, kasih sayang dan cinta, kelembutan dan perlindungan, kehormatan dalam perpaduan hak dan kewajiban. Dalam konteks Islam ini, sesungguhnya emansipasi tidak dapat diartikan perjuangan persamaan derajat, karena pada kedua jenis jender ini sudah terdapat kesetaraan hak yang wajar. Tidak melebihi dan tidak melewati kodrat fitrahnya masing-masing. Sesunguhnya yang diperlukan adalah pemahaman dan pengamalan bulat tentang peran perempuan sebagai mitra, yang saling terkait, saling membutuhkan, dan terjauh dari eksploatasi. Konsep pemahaman azwaajan itu mengandung makna pasangan dengan posisi kesetaraan. Dapat dipahami sebenarnya pengunaan kata pasangan (azwajan) apabila dikaitkan dengan pemahaman bahwa tidak punya arti sesuatu kalau pasangannya tidak ada dan tidak jelas eksistensi sesuatu kalau tidak ada yang setara di sampingnya. “Pasangan”, mungkin tidak ada kata yang lebih tepat dari azwajan itu.

Di belahan dunia lainnya (mungkin di barat dan bisa juga di timur), memang ada gejala kecenderungan penguasaan hak‑hak perempuan, bahkan paling akhir adalah hi­langnya wewenang “ibu” dalam rumah tangga sebagai salah satu unit inti dalam keluarga besar (extended family).

a). Secara moral, perempuan punya hak utuh menjadi IBU, adalah Ikutan Bagi Umat. Masyarakat yang baik lahir dari Ibu yang baik. Dalam hubungan sosial dapat dirasakan bahwa kaum Ibu pemelihara tetangga, dan perekat silaturrahim.

b). Di dalam Ajaran Islam, penghormatan kepada Ibu menempati urutan kedua sesudah iman kepada Allah. Bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Ibu, diwasiatkan sejalan untuk seluruh manusia. Penghormatan kepada Ibu (kedua orang tua), merupakan disiplin hidup yang tak boleh diabaikan. Disiplin ini tidak terbatas kepada adanya perbedaan dari keyakinan yang di anut. Bahkan, dalam hubungan pergaulan duniawi sangat ditekankan harus dipelihara jalinan yang baik (ihsan) (lihat QS. 31, Luqman : 14-15).

Sistematika Alquran didalam universalitas (syumuliyah) mampu menjawab setiap tantangan zaman (QS. Al Baqarah, 2 dan 23). Maka, yang mampu menerima/menjalankan petunjuk Alquran tentulah yang bertaqwa (memelihara diri) juga. Karena itu, tidak ada keraguan didalam Alquran untuk manusia menjiwai hidayah Islam. Karena Allahul Khaliqul ‘alam telah menciptakan alam semesta dengan sempurna, tidak ditemui di dalamnya kesiasiaan (QS. 3, Ali ‘Imran, ayat 191), diaturnya dengan satu aturan lurus sesuai fithrah (kejadian) yang tetap (QS. 30, Ar Rum, ayat 30) dalam satu perangkat natuur‑wet undang‑undang alami, atau sunnatullah dan tidak berjalan sendiri‑sendiri, agar satu sama lain tidak berbenturan. Begitulah kandungan nilai‑nilai pendidikan terikat kokoh oleh kasih dan sayang, karena hakekat semua ini datang dan terjadi karena Rahman dan RahimNya serta akan berakhir dengan menghadapNya. Kewajiban asasi setiap insan menjaga diri dan keluarga dari bencana neraka (QS. At Tahrim :6) dengan memakaikan hidayah Alquran.

c). Di dalam alih generasi, maka perempuan atau ibu menjadi pembentuk generasi berdisiplin dan memiliki sikap mensyukuri segala nikmat Allah. Dari rahim dalam Ibu dilahirkan manusia yang bersih (menurut fithrah, beragama tauhid). Maka, pembinaan sektor keyakinan (agama) dan kebiasaan hidup (adat istiadat, budaya), akan menjadi faktor terpenting dan menentukan didalam membantu dan meraih keberhasilan pendidikan anak (generasi), berdasar akhlak Islami. Makhluk ‑‑ terutama manusia ‑‑ dengan keyakinan (haqqul yaqin) tentang Khaliq (Allah) dan makhluk (alam mayapada) ini, akan tumbuh menjadi pribadi kokoh (exist) dengan karakter teguh (istiqamah, konsisten) dan tegar (shabar, optimis) dalam menempuh hidup. Rohaninya (rasa, fikiran, dan kemauan) dibimbing keyakinan agama (hidayah iman). Jasmaninya (gerak, amal perbuatan) terbina oleh aturan‑aturan (syari’at Kitabullah dan Sunnah Rasulullah). Begitu perilaku kehidupan menurut mabda’ (konsep) Alquran, bahwa makhluk diciptakan dalam rangka pengabdian kepada Khaliq (QS. 51, Adz Dzariyaat, ayat 56). Maka datangnya risalah Rasulullah SAW memberi ingat manusia agar tidak terperangkap kebodohan dan kelalaian sepanjang masa. Manusia adalah makhluk pelupa (Al Hadist).

d). Di dalam konsep Islam, “di bawah telapak kakinya – perempuan, ibu — terbentang jalan kepada keselamatan (Sorga). Kebahagiaan menanti setiap insan yang berhasil meniti jalan keselamatan yang di ajarkan perempuan (ibu) dengan baik, penuh kepatuhan dan rasa hormat yang tinggi.

Dari dalam lubuk hati perempuan (ibu) yang tulus dan dengan tangannya yang lembut terampil dicetak generasi bertauhid berwatak taqwa, khusyuk (telaten) dalam berkarya (amal) dan kaya dengan rasa malu, berkarakter manusiawi yang akan menjadi inti masyarakat yang hidup dengan tamaddun (budaya). Manusia hidup berbudaya.

Keyakinan kepada satu norma agama dari sudut Islam mesti seiring dengan pokok keyakinan Alquran yang mendiskripsikan agama disisi Allah (QS. Ali ‘Imran, 19) yang kamal, lengkap dan di redhai (QS. Al Maidah, 3) sehingga selain daripadanya tidak diperkenankan dan lebih jauh di dunia dan akhirat merugi (lihat pula QS. Ali ‘Imran, 85). Islam agama wahyu. Membimbing manusia kepada hidayah Islam (QS. Asy Syu’ara, 13), maka kehadiran Nabi Muhammad SAW seakan sebuah bata terakhir dari bangunan indah yang disusun rasul terdahulu. Andaikata Alquran tidak ada maka bangunan indah itu tak kunjung selesai (Al Hadist). Penyempurnaan itu adalah dengan hidayah Iman. Alquran mengajarkan agama yang haq (QS. Al Fath, 28). Konsep tersebut membekali umat Muslim satu toleransi tinggi, tidak boleh memaksakan keyakinannya kepada orang lain yang masih belum mau menerima kebenaran Islam (QS. Al Baqarah, 256), dan diperintah berdada‑lapang menerima kenyataan adanya fanatisme pada ajaran paham turun temurun (QS. Al Kafiruun,6). Tegasnya, seorang Muslim wajib menda’wahkan Islam, menerapkan amar ma’ruf dan nahi munkar (QS. Ali ‘Imran,104), dimulai dari diri sendiri, untuk terhindar dari celaan besar karena suruhan (lihat QS. Al Baqarah, 44 dan QS. Ash‑Shaf, 3). Amar ma’ruf nahi munkar adalah tiang kemashlahatan hidup umat manusia, di dasari dengan Iman billah (QS. Ali ‘Imran, 110) sehingga tercipta satu bangunan umat yang berkualitas (khaira ummah).

Posisi Perempuan Pendidik Utama

Alquran menempatkan perempuan pada posisi azwajan (=pasangan, mitra sejajar/setara, lihat QS.16:72), menjadi factor penentu menciptakan sakinah (kebahagiaan), mewujudkan rahmah, melalui mawaddah kasih sayang (QS.30:21). Citra perempuan sempurna pada posisi sentral IBU (Ikutan Bagi Umat), unit inti dalam keluarga besar (di Minangkabau disebut bundo kanduang), maka perempuan adalah “tiang negeri” (al Hadist). Penghormatan termulia didapati pada ungkapan, “sorga terletak di bawah telapak kaki ibu” (al Hadist).

Dalam perkembangan masa mengikuti gerak globalisasi terjadi perubahan cuaca budaya yang seringkali melahirkan ketimpangan dan kepincangan melebar oleh tidak adanya keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan yang sangat menyolok didalam fasilitas, pendidikan, lapangan kerja, hiburan, penyiaran mass‑media, antara kota dan kampung. Terjadinya mobilitas terpaksa pada akhirnya mengganggu pertumbuhan masyarakat (social growth). Perpindahan penduduk secara besar‑besaran ke kota menjadi penyakit menular di tengah‑tengah kemajuan negeri yang sedang berkembang. Pergesekan keras pada tuntutan ekono­mi mengumpulkan materi telah menyita perhatian utama seorang wanita tidak mampu mengangkat wajah jika tidak memiliki pekerjaan di luar rumah. Perempuan sekar­ang tidak mesti bergelimang di dapur, sumur dan kasur, tetapi didorong keluar dari rotasi ini, dan mesti masuk ke dalam lingkaran kantor, mandor dan kontraktor. Kondisi ini tidak jarang ikut menyum­bang lahirnya “X Generation”, apabila kearifan dan keseimbangan peranan memelihara budaya dan generasi tercerabut pula.

Generasi berbudaya memiliki prinsip yang teguh, elastis dan toleran bergaul, lemah lembut bertutur kata, tegas dan keras melawan kejahatan, kokoh menghadapi setiap percabaran budaya dan tegar menghadapi percaturan kehidupan dunia. Generasi yang siap menghadapi pergolakan dan pertarungan budaya kesejagatan (global), hanyalah yang mampu menghindari teman buruk, sanggup membuat lingkungan sehat serta bijak menata pergaulan baik, penuh kenyamanan, tahu diri, hemat, dan tidak malas. Sesuai pesan Rasulullah SAW;”Jauhilah hidup ber-senang-senang (foya-foya), karena hamba-hamba Allah bukanlah orang yang hidup bermewah-mewah (malas dan lalai)” (HR.Ahmad). Generasi yang memiliki kemampuan tinggi menghadapi setiap perubahan dalam upaya mewujudkan kebaikan tanpa harus mengabaikan nilai-nilai moral dan tatanan pergaulan. Maka, kedua orang tua wajib melakukan pengawasan melekat terhadap anak-anaknya sepanjang masa. Terutama terhadap tiga prilaku tercela (buruk), yaitu dusta (bohong), mencuri dan mencela (caci maki). Sesuai sabda Rasulullah SAW; “Jauhilah dusta, karena dusta itu membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa kepada neraka” (Hadist Shahih).

Peran Perempuan sebagai Ibu adalah inti di tengah rumah tangga dan masyarakat (negara). Ibu merupakan guru pertama dalam perkataan, pergaulan dan penularan tauladan cinta kasih terhadap anak-anaknya. Kehadiran manusia kepermukaan bumi melalui satu legalitas yang disebut “keluarga”. Keluarga di bangun oleh insan berbeda jenis tapi setaraf dalam martabat ‑‑ martabat kemanusiaan ‑‑. Pembentukan satu keluarga di dalam Islam di mulai dengan satu “contract sosial”, di sebut “‘aqad nikah“, di awali dengan kesediaan dua insan berlain jenis mengikat diri dalam kehidupan yang dikenal sebagai “mu’asyarah bil ma’ruf” atau hidup dengan ikatan hak‑hak dan penunaian kewajiban‑kewajiban secara utuh dan optimal. Di mulai dengan timbang terima dari generasi pendahulu (orang tua, sebagai wali nasab) kepada generasi penerus (anak dan menantu), karena itu aqad nikah adalah ritual dan sakral. Anak generasi mestinya dipahamkan menjadi amanah Allah, yang tumbuh dan belajar melalui contoh dan permainan dari tengah lingkungannya. Melalui pendidikan keteladanan. Teladan yang baik menjadi landasan paling asas untuk membentuk watak generasi.

Perempuan Minangkabau Profil Perempuan Mandiri

Dalam keadaan seperti itu, kaum perempuan harus memaksimalkan perannya menjadi pendidik di tengah bangsa dan menampilkan citra perempuan mandiri karena berlakunya secara pasti simbol-simbol perbedaan jenis. Perbedaan kedudukan perempuan itu, memastikan berlakunya terpenuhinya hak dan terlaksananya kewajiban. “Pendidikan formal yang dapat membuat wanita sejajar dengan laki‑laki berpeluang menjadikan wanita kehilangan jati dirinya sebagai wanita. Secara tidak sadar wanita yang terpelajar itu menjadi lebih maskulin daripada laki‑laki. Ujung dari proses itu adalah ancaman kehidupan rumah tangganya”, kata Hani’ah. Selanjutnya, “Sifat feminim yang merupakan sumber kasih sayang, kelembutan, keindahan, dan sumber cahaya ilahi mempunyai potensi untuk menyerap dan mengubah kekuatan kasar menjadi sensitivitas, rasionalitas menjadi intuisi, dan dorongan seksual menjadi spir­itualitas sehingga memiliki daya tahan terhadap kesakitan, pen­deritaan dan kegagalan.”

Sebenarnya tidak hanya ajaran Agama Islam yang mengungkapkan secara jelas peran dan citra perempuan itu. Para penulis sastera juga mengungkapkan peran perempuan Melayu (Timur) dengan pendir­ian yang kokoh, seperti terungkapkan dalam Syair Siti Zubaidah Perang China ; “Daripada masuk agama itu, baiklah mati supaya tentu, menyembah berhala bertuhankan batu, kafir laknat agama tak tentu.”

Perempuan Melayu dengan sifat‑sifat mulia diantaranya lembut hatinya, penyabar, penyayang kepada sesama, keras dalam mempertahankan harga diri, tegas, teguh dan kuat iman dalam melaksanakan suruhan Allah, pendamai, suka memaafkan dan mampu menjadi pemimpin masyarakatnya. Wanita Melayu juga memper­gunakan akal di dalam berbuat dan bertindak, bahkan terkadang terlalu keras dan berani, seperti ditunjukkan dalam syair Siti Zubaidah, kata H. Ahmad Samin Siregar.

Kepemilikan Perempuan menurut Islam

Menjadi pemilik dari apa yang dimiliki pasangannya.

(1). Hak kepribadian

(a). Dipergauli dengan ma’ruf (QS.An‑Nisa’4),

(b). Dinafkahi menurut kelapangan dan kemampuan (QS. At‑Thalaq, 7),

(c). Dijaga rahasia yang amat karakteristik dari kepribadian perempuan, dalam rumah tangga istri adalah pakaian suami dan suami adalah pakaian istri (QS. Al Baqarah, 187), (d). Menghormati nasab yang diterima dari bapaknya,

(e). Perempuan mempunyai hak perlindungan dari pasangannya.

(2). Hak kepemilikan

(a). Lelaki tidak boleh menguasai harta istri, karena perempuan ada hak bagian dari harta peninggalan keluarganya (QS An Nisa’ 7),

(b). Kewajiban lelaki (suami) menyerahkan mahar kepada istri dengan kerelaan dari pihak perempuan (nihlah) (QS. An Nisa’ 4), dan mahar tidak boleh diambil lagi, tidak boleh dirampas oleh keluarga (lihat Tafsirul Khazin, I : 477), artinya apa yang sudah diberikan kepada perempuannya secara ikhlas (nihlah) tidak boleh dirampas kembali.

(c). Haram mengeksploitasi perempuan untuk berbuat serong/pelacuran (QS. An Nuur, 33), (d). tidak boleh menyulitkan perempuan,

(e). kewajiban lelaki memberikan hak‑hak perempuan secara penuh (memberi makan, pakaian) menurut kemampuan, tidak boleh memukul wajahnya, tidak boleh mencelanya, tidak boleh memisahkan dari tempat tidurnya kecuali dalam rumah sendiri (HR. Abu Daud).

(3). Hak kewenangan mengatur sirkulasi ekonomi rumah tangga

“Jika seorang isteri memberikan infaq dari makanan rumahnya dengan tidak menimbulkan kerusakan, dia akan mendapatkan pahala dari infaknya, sedangkan suaminya juga mendapatkan pahala atas usahanya, dan bagi penyimpan juga mendapatkan pahala. Sebahagian mereka tidak mengurangi bahagian yang lainnya (HR. Muslim). Dengan demikian seorang wanita (istri) dapat membelanjakan harta suaminya dengan tidak berlebihan, dan dalam hal ini suami mendapatkan pahala dari Allah.

Karena itulah Rasulullah SAW bersabda; “Apabila seorang isteri melaksanakan shalat lima kali (waktu), shaum (Ramadhan) satu bulan penuh, memelihara kemaluan (farajnya), dan mentaati suaminya, akan dikatakan kepadanya “UDKHULIL JANNATA MIN AYYIL‑ABWAAB” artinya “Masuklah kamu ke dalam syorga dari segala pintu” (HR. Ahmad).

Perempuan mempunyai kewajiban menjaga kepemilikan dibelakang pasangannya. Dan semuanya terlihat dalam hukum perkawinan menurut Islam. Dari pandangan agama Islam, bisa disimpulkan bahwa yang tidak mau mengindahkan hak-hak perempuan, sebenarnya adalah mereka yang tidak beriman atau lebih halus lagi, kurang mengamalkan ajaran agama Islam.

Di Minangkabau lebih jauh lagi, dalam hal pusako tinggi, sesuai hukum adat dikuasai oleh lini materilineal, hukum garis keibuan. Sungguhpun ada ditemui kerancuan dalam pelaksanaannya. Bahwa gender lelaki dari garis ibu menjadi penguasa dari harta pusaka, baik dalam penyerahan kepada pihak lain, menjualnya, menggadainya, tanpa mengindahkan hak-hak kaum perempuan. Kenapa ini terjadi. Jawabannya terserah kepada kepatuhan orang beradat. Sebenar hakikat dari adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah itu, adalah aplikatif, bukan simbolis.

Padang, Juli 2001.

Pada masa dahulu memang sangat banyak penulisan cerita (dongeng) tentang wanita yang melahirkan anggapan bahwa perempuan hanya seje­nis komoditi penggembira, penghibur, teman bercanda, pengisi harem, peramaikan istana dan pesta, sehingga peran perempuan disepelekan seakan segelas air pelepas dahaga. Akan tetapi antara lain pemimpin, pandai, pintar, dan memiliki segala sifat keutamaan rahim, penuh kasih sayang, makhluk pili­han, pendamping jenis kelamin lain (laki‑laki).

Bila Annisa’‑nya baik, baiklah negeri itu, dan bila Annisa’‑nya rusak, celakalah negeri itu (Al Hadits). Sorga di bawah telapak kaki ibu (Umma­hat). Kaidah Alqurani menyebutkan, Nisa’‑nisa’ kamu adalah perladangan (persemaian) untukmu, kamupun (para lelaki) menjadi benih bagi Nisa’‑nisa’ kamu. Kamu dapat mendatan­gi ladang‑ladangmu darimana (kapan saja). Karena itu kamu berkew­ajiban menjaga anfus (diri, eksistensi dan identitas) sesuai perintah Qaddimu li anfusikum, dengan selalu bertaqwa kepada Allah (Q.S.2:23).

Ibu (an-Nisak) adalah tiang negeri” (al Hadist). Jika kaum Ibu dalam suatu negeri (bangsa) berkelakuan baik (shalihah), niscaya akan sejahtera negeri itu. Sebaliknya, bila kaum Ibu disuatu negeri berperangai buruk (fasad) akibatnya negeri itu akan binasa seluruhnya. Selain itu, banyak hadist Nabi menyatakan pentingnya pemeliharaan hubungan bertetangga, menanamkan sikap peduli, berprilaku mulia, solidaritas tinggi dalam kehidupan keliling.

Diantaranya sabda SAW; “Demi Allah, dia tidak beriman”, “Siapakah dia wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu, orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatan-kejahatannya”. (Hadist diriwayatkan Asy-Syaikhan). Hadist lainnya; “Tidaklah beriman kepadaku orang yang perutnya kenyang, sedangkan tetangganya (dibiarkan) kelaparan disampingnya, sementara dia juga mengetahui (keadaan)nya” (HR.Ath-Thabarani dan Al Bazzar). Penekanan pentingnya pendidikan akhlak Islam, “Satu bangsa akan tegak kokoh dengan akhlak (moralitas budaya dan ajaran agama yang benar)”. Tata krama pergaulan dimulai dari penghormatan di rumah tangga dan dikembangkan kelingkungan tetangga dan ketengah pergaulan warga masyarakat (bangsa), sesuai QS.41, Fush-shilat, ayat 34.

Rasulullah SAW menyebutkan bahwa; “Sorga terletak dibawah telapak kaki Ibu”(al Hadist). Sahabat Abu Hurairah RA., meriwayatkan ada seseorang bertanya kepada Rasulullah; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku pergauli dengan cara yang baik?”. Beliau menjawab, “Ibumu”. (sampai tiga kali), baru terakhir Beliau menjawab, “Bapakmu”. (HR.Asy-Syaikhan). Hadist lainnya ditemui pula; Shahabat Abdullah Ibn ‘Umar menceritakan, “Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya”. (HR.Asy-Syaikhan). Disiplin tumbuh melalui pendidikan akhlak, teladan paling ideal dimata anak (generasi), Menanamkan ajaran agama yang benar (syari’at). Jangan berbuat kedurhakaan. Memperkenalkan hari akhirat, sebagai tempat kembali terakhir. Dalam rangka berbakti kepada dua orang tua (birrul walidaini) diajarkan supaya jangan berkata keras. Harus bergaul dengan lemah lembut, dan menyimak perintah kedua orang tua dengan cermat. Jangan bermuka masam (cemberut) kepada keduanya, tidak memotong perkataan keduanya, serta mengajarkan dialog (mujadalah) dengan cara baik (ihsan). Bimbingan Kitabullah menyebutkan dengan sangat jelas sekali. (QS.17, al-Israk; ayat 234-24). Dalam wahyu lainnya, (QS.46, al Ahqaaf; ayat 15-16).

Generasi yang menolak kebenaran (al-haq) dari Allah, akan berkembang menjadi generasi permissif (berbuat sekehendak hati) dan menjadi mangsa dari perilaku anarkisme dan hedonisme sepanjang masa. Inilah generasi yang lemah (loss generation), yang tercerabut dari akar budaya dan agama. Allah SWT memperingatkan (QS: 46, al-Ahqaaf, ayat 17-18). Maka birrul walidaini (berbakti kepada dua orang tua), merupakan pelajaran dasar satu generasi, yang harus di turunkan turun temurun. Nabi Muhammad SAW, bersabda; “Berbaktilah kepada bapak-bapak (orang tua) kalian, niscaya anak-anak kalian akan berbakti pula kepada kalian. Dan tahanlah diri kalian (dari hal-hal yang hina), niscaya istri-istri kalian juga akan menahan diri (dari hal-hal yang hina)”.(HR. Ath-Thabarani).

Walaupun tidak jarang terjadi, kalangan liberal seringkali merendahkan atau menolak peran perempuan sebagai ibu di dalam rumah tangga. Melahirkan dan menga­suh anak dilihat sebagai suatu peran yang out of date. Bila seseorang memerlukan anak bisa ditempuh jalan pintas melalui adop­si atau mungkin satu ketika dengan teknologi kloning (?).

Satu generasi yang bertumbuh tanpa aturan, jauh dari moralitas, berkecendrungan meninggalkan tamaddun budayanya. Tercermin pada perbuatan suka bolos sekolah, memadat, menenggak minuman keras, pergaulan bebas, morfinis, dan perbuatan tak berakhlak. “X”, mereka hilang dari akar budaya masyarakat yang melahirkannya. Disinilah pentingnya peran ibu. Semestinya para perempuan (ibu) yang memelihara perannya sebagai ibu berhak mendapatkan “medali” sebagai pengatur rumahtangga dan ibu pendidik bangsa. Inilah darma ibu yang sesungguhnya, yang sebenar-benar darma.

Anak-anaknya (generasi pelanjutnya) senantiasa akan berkembang menyerupai ibu dan bapaknya. Peran pendidikan amat menentukan, karena pendidikan adalah teladan paling ideal dimata anak (lihat Nashih ‘Ulwan, dalam Tarbiyatul Aulaad). Jika ibu menegakkan hukum-hukum Allah, begitu pula generasi yang di lahirkannya. Urgensi pelatihan ibadah untuk anak sedari kecil dengan membiasakan mengerjakan shalat dan ibadah (puasa, shadaqah, mendatangi masjid, menghafal Alquran) akan menjadi alat bantu utama melatih disiplin anak dari dini.

Sabda Rasulullah SAW. membimbingkan; “Suruhlah anak-anak kamu mengerjakan shalat, selagi mereka berumur tujuh tahun, dan pukulllah mereka (dengan tidak mencederai) karena meninggalkan shalat ini, sedang mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (HR.Abu Daud dan Al Hakim).

(Hani’ah, “Wanita Karir dalam Karya Sastra: Ada Apa Dengan Mereka?”, makalah Munas IV dan Pertemuan Ilmiah Nasional VIII, HISKI 12‑14 Desember 1997 di Padang).

(Syair Siti Zubaidah Perang China, Edisi Abdul Muthalib Abdul Ghani, hal. 230).

Ibid. Pendapatnya diketengahkan pada Munas PIN VIII, HISKI 12-14 Desember 1997 di Padang.
Bookmark and Share
Read More

Pandangan Islam Tentang Pacaran



Islam Kok Pacaran

oleh Aliman Syahrani

Soal pacaran di zaman sekarang tampaknya menjadi gejala umum di kalangan kawula muda. Barangkali fenomena ini sebagai akibat dari pengaruh kisah-kisah percintaan dalam roman, novel, film dan syair lagu. Sehingga terkesan bahwa hidup di masa remaja memang harus ditaburi dengan bunga-bunga percintaan, kisah-kisah asmara, harus ada pasangan tetap sebagai tempat untuk bertukar cerita dan berbagi rasa.

Selama ini tempaknya belum ada pengertian baku tentang pacaran. Namun setidak-tidaknya di dalamnya akan ada suatu bentuk pergaulan antara laki-laki dan wanita tanpa nikah.

Kalau ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran menjadi bagian dari kultur Barat. Sebab biasanya masyarakat Barat mensahkan adanya fase-fase hubungan hetero seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love (cinta monyet), datang (kencan), going steady (pacaran), dan engagement (tunangan).

Bagaimanapun mereka yang berpacaran, jika kebebasan seksual da lam pacaran diartikan sebagai hubungan suami-istri, maka dengan tegas mereka menolak. Namun, tidaklah demikian jika diartikan sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan cinta, sebagai alat untuk memilih pasangan hidup. Akan tetapi kenyataannya, orang berpacaran akan sulit segi mudharatnya ketimbang maslahatnya. Satu contoh : orang berpacaran cenderung mengenang dianya. Waktu luangnya (misalnya bagi mahasiswa) banyak terisi hal-hal semacam melamun atau berfantasi. Amanah untuk belajar terkurangi atau bahkan terbengkalai. Biasanya mahasiswa masih mendapat kiriman dari orang tua. Apakah uang kiriman untuk hidup dan membeli buku tidak terserap untuk pacaran itu ?

Atas dasar itulah ulama memandang, bahwa pacaran model begini adalah kedhaliman atas amanah orang tua. Secara sosio kultural di kalangan masyarakat agamis, pacaran akan mengundang fitnah, bahkan tergolong naif. Mau tidak mau, orang yang berpacaran sedikit demi sedikit akan terkikis peresapan ke-Islam-an dalam hatinya, bahkan bisa mengakibatkan kehancuran moral dan akhlak. Na’udzubillah min dzalik !

Sudah banyak gambaran kehancuran moral akibat pacaran, atau pergaulan bebas yang telah terjadi akibat science dan peradaban modern (westernisasi). Islam sendiri sebagai penyempurnaan dien-dien tidak kalah canggihnya memberi penjelasan mengenai berpacaran. Pacaran menurut Islam diidentikkan sebagai apa yang dilontarkan Rasulullah SAW : "Apabila seorang di antara kamu meminang seorang wanita, andaikata dia dapat melihat wanita yang akan dipinangnya, maka lihatlah." (HR Ahmad dan Abu Daud).

Namun Islam juga, jelas-jelas menyatakan bahwa berpacaran bukan jalan yang diridhai Allah, karena banyak segi mudharatnya. Setiap orang yang berpacaran cenderung untuk bertemu, duduk, pergi bergaul berdua. Ini jelas pelanggaran syari’at ! Terhadap larangan melihat atau bergaul bukan muhrim atau bukan istrinya. Sebagaimana yang tercantum dalam HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas yang artinya: "Janganlah salah seorang di antara kamu bersepi-sepi (berkhalwat) dengan seorang wanita, kecuali bersama dengan muhrimnya." Tabrani dan Al-Hakim dari Hudzaifah juga meriwayatkan dalam hadits yang lain: "Lirikan mata merupakan anak panah yang beracun dari setan, barang siapa meninggalkan karena takut kepada-Ku, maka Aku akan menggantikannya dengan iman sempurna hingga ia dapat merasakan arti kemanisannya dalam hati."

Tapi mungkin juga ada di antara mereka yang mencoba "berdalih" dengan mengemukakan argumen berdasar kepada sebuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Abu Daud berikut : "Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, atawa memberi karena Allah, dan tidak mau memberi karena Allah, maka sungguh orang itu telah menyempurnakan imannya." Tarohlah mereka itu adalah orang-orang yang mempunyai tali iman yang kokoh, yang nggak bakalan terjerumus (terlalu) jauh dalam mengarungi "dunia berpacaran" mereka. Tapi kita juga berhak bertanya : sejauh manakah mereka dapat mengendalikan kemudi "perahu pacaran" itu ? Dan jika kita kembalikan lagi kepada hadits yang telah mereka kemukakan itu, bahwa barang siapa yang mencintai karena Allah adalah salah satu aspek penyempurna keimanan seseorang, lalu benarkah mereka itu mencintai satu sama lainnya benar-benar karena Allah ? Dan bagaimana mereka merealisasikan "mencintai karena Allah" tersebut ? Kalau (misalnya) ada acara bonceng-boncengan, dua-duaan, atau bahkan sampai buka aurat (dalam arti semestinya selain wajah dan dua tapak tangan) bagi si cewek, atau yang lain-lainnya, apakah itu bisa dikategorikan sebagai "mencintai karena Allah ?" Jawabnya jelas tidak !

Dalam kaitan ini peran orang tua sangat penting dalam mengawasi pergaulan anak-anaknya terutama yang lebih menjurus kepada pergaulan dengan lain jenis. Adalah suatu keteledoran jika orang tua membiarkan anak-anaknya bergaul bebas dengan bukan muhrimnya. Oleh karena itu sikap yang bijak bagi orang tua kalau melihat anaknya sudah saatnya untuk menikah, adalah segera saja laksanakan.

lihat sumbernya


Pacaran dalam Islam

Gimana sich sebenernya pacaran itu, enak ngga' ya? Bahaya ngga' ya ? Apa bener pacaran itu harus kita lakukan kalo mo nyari pasangan hidup kita ? Apa memang bener ada pacaran yang Islami itu, dan bagaimana kita menyikapi hal itu?

Memiliki rasa cinta adalah fitrah

Ketika hati udah terkena panah asmara, terjangkit virus cinta, akibatnya...... dahsyat man...... yang diinget cuma si dia, pengen selalu berdua, akan makan inget si dia, waktu tidur mimpi si dia. Bahkan orang yang lagi fall in love itu rela ngorbanin apa aja demi cinta, rela ngelakuin apa aja demi cinta, semua dilakukan agar si dia tambah cinta. Sampe' akhirnya....... pacaran yuk. Cinta pun tambah terpupuk, hati penuh dengan bunga. Yang gawat lagi, karena pengen bukti'in cinta, bisa buat perut buncit (hamil). Karena cinta diputusin bisa minum baygon. Karena cinta ditolak .... dukun pun ikut bertindak.

Sebenarnya manusia secara fitrah diberi potensi kehidupan yang sama, dimana potensi itu yang kemudian selalu mendorong manusia melakukan kegiatan dan menuntut pemuasan. Potensi ini sendiri bisa kita kenal dalam dua bentuk. Pertama, yang menuntut adanya pemenuhan yang sifatnya pasti, kalo ngga' terpenuhi manusia bakalan binasa. Inilah yang disebut kebutuhan jasmani (haajatul 'udwiyah), seperti kebutuhan makan, minum, tidur, bernafas, buang hajat de el el. Kedua, yang menuntut adanya pemenuhan aja, tapi kalo' kagak terpenuhi manusia ngga' bakalan mati, cuman bakal gelisah (ngga' tenang) sampe' terpenuhinya tuntutan tersebut, yang disebut naluri atau keinginan (gharizah). Kemudian naluri ini di bagi menjadi 3 macam yang penting yaitu :

Gharizatul baqa' (naluri untuk mempertahankan diri) misalnya rasa takut, cinta harta, cinta pada kedudukan, pengen diakui, de el el.

Gharizatut tadayyun (naluri untuk mensucikan sesuatu/ naluri beragama) yaitu kecenderungan manusia untuk melakukan penyembahan/ beragama kepada sesuatu yang layak untuk disembah.

Gharizatun nau' (naluri untuk mengembangkan dan melestarikan jenisnya) manivestasinya bisa berupa rasa sayang kita kepada ibu, temen, sodara, kebutuhan untuk disayangi dan menyayangi kepada lawan jenis.

Pacaran dalam perspektif islam

In fact, pacaran merupakan wadah antara dua insan yang kasmaran, dimana sering cubit-cubitan, pandang-pandangan, pegang-pegangan, raba-rabaan sampai pergaulan ilegal (seks). Islam sudah jelas menyatakan: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Q. S. Al Isra' : 32)

Seringkali sewaktu lagi pacaran banyak aktivitas laen yang hukumnya wajib maupun sunnah jadi terlupakan. Sampe-sampe sewaktu sholat sempat teringat si do'i. Pokoknya aktivitas pacaran itu dekat banget dengan zina. So....kesimpulannya PACARAN ITU HARAM HUKUMNYA, and kagak ada legitimasi Islam buatnya, adapun beribu atau berjuta alasan tetep aja pacaran itu haram.

Adapun resep nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud: "Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu seta berkeinginan menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu."
(HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi).

Jangan suka mojok atau berduaan ditempat yang sepi, karena yang ketiga adalah syaiton. Seperti sabda nabi: "Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan di tempat sepi), sebab syaiton menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali disertai dengan mahramnya." (HR. Imam Bukhari Muslim).

Dan untuk para muslimah jangan lupa untuk menutup aurotnya agar tidak merangsang para lelaki. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya." (Q. S. An Nuur : 31).

Dan juga sabda Nabi: "Hendaklah kita benar-benar memejakamkan mata dan memelihara kemaluan, atau benar-benar Allah akan menutup rapat matamu."(HR. Thabrany).

Yang perlu di ingat bahwa jodoh merupakan QADLA' (ketentuan) Allah, dimana manusia ngga' punya andil nentuin sama sekali, manusia cuman dapat berusaha mencari jodoh yang baik menurut Islam. Tercantum dalam Al Qur'an: "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)."
Wallahu A'lam bish-Showab

Oleh: Buletin Dakwah Remas RIHLAH SMU N I Sooko, edisi 6, 1421 H
Disalin dari Lembar Buletin Dakwah BINTANG (2)

lihat sumbernya

Bookmark and Share
Read More

Razia Windows Bajakan



Namanya juga semua orang lagi usaha pengen dapet uang demi kelangsungan hidup hehehe, segala cara bisa dilakukan, sama halnya dengan konflik yang terjadi dalam dunia ilmu IT ini heheh "razia windows" lebih dikenal dengan sebutan begitu, bukan sekali dua kali hal ini terjadi menurut pengalaman mulai dari tahun 2003 khususnya di wilayah III Cirebon ini udah berlangsung 5 x razia sampai pada tahun 2009 sekarang.

di bawah ini salah satu rujukan dari blog tetangga (red:terima kasih mas sebelumnya) rujukan sejalan dengan pikiran kami para user IT yang ga tau sampe kapan bisa dikatakan berhasil hehehe ini.

Di tengah keterpurukan bangsa kita, akhir-akhir ini usaha di bidang teknologi informasi khususnya di bidang komputer diancam gulung tikar karena maraknya sweeping windows bajakan. Sebenarnya jika operasi/sweeping windows bajakan itu benar-benar dilakukan secara benar sesuai prosedur dan jelas undang-undangnya ya bagus-bagus aja karena bisa terciptanya penegakan hukum di negara ini. Tapi............Tahukah kita sweeping windows bajakan ternyata hanya dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan dalih HAKI. Padahal untuk memperkaya diri sendiri...
Berikut ini saya ambilkan cuplikan tentang Prosedur Sweeping Windows Bajakan dari Blok tetangga.

Prosedur Sweeping Windows Bajakan

Pihak POLRI TIDAK BERHAK Untuk mengambil komputer dari TKP kecuali TERBUKTI TERLIBAT dalam tindakan kriminal (praduga Tak bersalah) Misalnya dipergunakan untuk membuat CD/DVD bajakan itu sendiri, menjual software bajakan, mempubilkasikan secara umum (bersifat komersial) seperti isilagu/ringtone MP3, toko menjual barang ilegal (hard ware curian), credit card fraud, dll.

Proses PEMBUKTIAN KETERLIBATAN seseorang dalam tindakan kriminal yang menggunakan komputer membutuhkan waktu yang lama, termasuk melakukan pengintaian. Jadi, apabila ada POLISI yang berani masuk ke dalam warnet dan menyatakan harus menyita semua komputer yang ada berarti mereka adalah OKNUM yang tidak bertanggungjawab.

Semua ada proses/prosedurnya

Mengenai pemakaian windows original, pernyataan di bawah ini diperoleh langsung dari pihak Microsoft Indonesia dan juga melalui perwakilannya, yaitu Magenta Sebagai tempat pendaftaran MSRA.

Pertama

Akan ada perwakilan dari pihak yang merasa berkepentingan (misalnya Microsoft) yang lebih dikenal dengan sebutan SURVEYOR datang melakukan SURVEY, BUKAN RAZIA/PENYITAAN!!!. Mereka wajib Menunjukkan surat perintah

kerja (SPK) yang berisikan detail apa saja yang harus mereka kerjakan. User BERHAK melakukan konfirmasi dengan cara menelphone pihak microsoft Indonesia atau Magenta tentang keberadaan surveyor di lapangan tersebut.

Kedua
Apabila surveyor mendapatkan penggunaan software bajakan, maka surveyor tersebut BERHAK meminta surat pernyataan dari user yang WAJIB diisi data sesuai dengan keadaan dilapangan oleh user.

Ketiga

Pihak Microsoft/ MAgenta akan mengirim surat penawaran untuk menyelesaikan tindakan pelanggaran oleh user. Setelah user mengkonfirmasi tindakan yang telah diambil apakah memutuskan untuk menggunakan Windows original atau

beralih ke solusi freeware seperti LINUX, pihak Microsoft/Magenta akan mengirimkan kembali seorang surveyor memastikan kebenaran di lapangan.

Keempat

Apabila user tidak merespon penawaran dan atau setelah surveyor mendatangi kembali masih mendapatkan pelanggaran, maka pihak microsoft/Magenta akan mengirimkan surat peringatan.

Kelima

Apabila user tidak merespone surat peringatan, maka piak microsoft/magenta akan memeperkarakan secara hukum dan menyerahkannya ke pihak POLRI.

Selanjutnya sepoerti proses hukum yang berlaku, POLRI akan mengirimkan surat panggilan pertama, kedua,ketiga dan apabila tidak direspon baru akan dilakukan penyitaan dan penyegelan tempat usaha.

Catatan

Diluar proses/prosedur di atas, User BERHAK mempertahankan kepemilikannya atas harta benda yang dibeli secara legal dan sebagai pembeli dapat memposisikan dirinya sebagai KORBAN. Tidak bisa suatu merek meperkarakan

merek lain, misalnya microsoft memeperkarakan Biling Explorer bajakan. hal tersebut merupakan etika merek dagang terdaftar (registered trade mark) internasional.

Informasi ini dapat diperoleh melalui webside Microsoft atau apabila kita mencoba mengaktifasi/update windows bajakan.

konon software yang microsoft crew gunakan ada di link berikut

ironic-nya yang terjadi bukan malah razia yang dilakukan tapi todong besar-besaran yang terjadi sampai kata-nyaa 2jt/kompi, klo ga bisa bayar dena. ya otomatis pengusaha kecil dibidang IT kabur-kaburan (tutup-buka).

anehnya lagi setelah mengadakan komunitas/ikatan rental/warnet/toko komputer dll-lah pokonya, ternyata eh teernyata ci pe-razia bisa juga disogok wkakakak... tuh kan akhirnya apa UANG yang jadi pangkal ceritanya. dunia..dunia indonesia..huh sungguh memilukan nasibmu.

tulisan bukan hujatan bukan pula hasutan, tapi cuman shout out aj, sebagian dari kami merasa dirugikan.

peace....

Bookmark and Share
Read More

Installing ClamAv Virus Scanner on Ubuntu 8.10 intrepid

Installing ClamAV AntiVirus Server

  • Go to Applications > Add/Remove Applications


  • In Add/Remove Applications page, type virus in search box.

  • Select Virus Scanner (ClamAV) and click OK.


  • In Confirmation window, click on Apply to install the virus scanner successfully.


Automate scan files/folders for viruses

Automatically scan files/folders for viruses at midnight everyday. Just follow these steps to automate.

  • Go to Applications > Accessories > Terminal

  • In the terminal as shown below, copy paste the command export EDITOR=gedit && sudo crontab -e and run it.


Enter your password and hit return.

Note: User should have administrator permissions.

  • In Editor page, append : 00 00 * * * sudo clamscan -r /location_of_files_or_folders at the end of file save and close the editor.

Automation process is now set successfully and your system is monitored.

  • If you want to check for the Status of Scanning use command: sudo clamscan -r /location_of_files_or_folders


  • This will display the summary of scanning as indicated in the screen below.


source : http://www.zolved.com/
Bookmark and Share
Read More
 

My Blog Top List

Followers

blog simpanan Copyright © 2009 Gadget Blog is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal